Patriot NKRI - Tropaz adalah pasukan Timor Leste didikan Portugis yang kenyang dengan pengalaman tempur gerilya. Mereka diterjunkan untuk menumpas pemberontakan di daerah jajahan Portugis seperti Angola dan Mozambik. Mereka juga kemampuan menembak yang sangat baik.
7 Desember 1975, TNI menggelar operasi lintas udara terbesar untuk menguasai Kota Dili, Timor Portugal. Jumlah pasukan yang diterjunkan 270 orang Prajurit Para Komando dari Grup I Kopasandha (kini Kopassus TNI AD) dan 285 prajurit Yonif 501.
7 Desember 1975, TNI menggelar operasi lintas udara terbesar untuk menguasai Kota Dili, Timor Portugal. Jumlah pasukan yang diterjunkan 270 orang Prajurit Para Komando dari Grup I Kopasandha (kini Kopassus TNI AD) dan 285 prajurit Yonif 501.
Banyak kelemahan dari operasi penyerbuan itu. Antara lain data intelijen yang salah. Disebutkan musuh yang menjaga Kota Dili hanya sekelas dengan Hansip. Ini salah besar.
Demikian ditulis dalam buku Hari H 7 Desember 1975, Reuni 40 Tahun Operasi Lintas Udara di Dili, Timor Portugis yang disunting Atmadji Sumarkidjo dan diterbitkan Kata.
Pasukan TNI sudah ditembaki sejak masih melayang di udara. Pilot TNI AU terpaksa membatalkan sejumlah penerjunan karena pesawat diberondong tembakan dari bawah. Seorang load master di dalam C-13o Hercules tewas tertembak. Akibatnya 72 prajurit Kopassus batal diterjunkan.
Para prajurit yang terjun tak bisa membalas tembakan. Senapan AK-47 mereka masih terikat di paha. Begitu mendarat mereka langsung mencari kelompoknya dan terlibat dalam pertempuran sengit. Beberapa prajurit baret merah tersungkur ditembus peluru Tropaz.
Sementara itu, Komandan Nanggala V/Kopasandha Letkol Inf Soegito berlindung di balik tembok. Ternyata di balik tembok itu terlihat beberapa orang Tropaz sedang menembak bertubi-tubi ke arah pasukan yang baru mendarat.
Soegito melemparkan granat ke dalam ruangan. Namun apes, granat itu tak meledak.
Dia mencabut granat kedua. "Blaaaar!!" ledakan keras terdengar hingga dinding bergetar.
Beberapa orang yang terluka berhamburan keluar. Tanpa ba-bi-bu, Soegitu menarik picu senapan otomatisnya. Rentetan peluru kaliber 7,62 mm segera menyiram dan menghabisi orang-orang berseragam hijau itu.
Dili dipenuhi suara tembak menembak hari itu. Senapan serbu AK-47 milik Kopasandha versus senapan G3 standar NATO milik Tropaz dan Fretilin.
Siang harinya, pasukan baret merah itu berhasil menguasai Pelabuhan. Letkol Soegito menggunakan sebuah bangunan yang belum jadi untuk markas Grup. Dia mulai bisa mengontak pasukannya yang berceceran.
Di sinilah Soegito menerima kabar Mayor Inf Muji Raharjo tertembak di bagian leher. Lukanya sangat parah. Namun ajaib, nyawanya masih bisa tertolong. Dia bisa sembuh karena peluru tidak merobek syarafnya.
Kota Dili bisa direbut hari itu juga. Pasukan Tropaz dan Fretilin mundur ke gunung untuk meneruskan perang Gerilya. Kemenangan yang harus dibayar mahal dengan gugurnya 19 anggota Kopasandha dan 35 prajurit Yonif Linud 501.
Sementara dari pihak musuh sedikit simpang siur. Ada yang menyebut 122 orang Pasukan Tropaz tewas, ada juga yang mencatat 105 orang. Selain itu puluhan pucuk senjata G-3 juga berhasil direbut.
Sumber: merdeka.com